Rabu, 08 Mei 2013

Kisah Nabi Musa AS yang Sabar Menghadapi Fir’aun

Suatu malam, Fir’aun raja Mesir, bermimpi melihat kerajaan dan rakyat Mesir habis di lahap api. Sedang bangsa Israil sebagai pendatang masih utuh. Para ahli nujum kerajaan diminta menafsirkan mimpi tersebut. Mereka mengatakan bahwa akan lahir seorang anak laki-laki keturunan Israil yang akan menghancurkan kerajaan Mesir.
Mendengar makna mimpinya sangat mengancam, Fir’aun memerintahkan pegawai-pegawainya agar mengawasi semua perempuan dari bangsa Israil yang sedang hamil dan membunuh setiap anak laki-laki yang mereka lahirkan. Pada masa itu, Yakabad istri Imran yang keturunan bangsa Israil melahirkan bayi laki-laki tanpa sepengetahuan pegawai kerajaan. Atas petunjuk Allah SWT suami istri Imran terpaksa menghanyutkan anak mereka di sungai Nil pada sebuah peti.
Di luar dugaan mereka, peti itu akhirnya terdampar di dekat taman istana dan ditemukan oleh Asyiah, istri Fir’aun. Melihat sedemikian tampan bayi yang ditemukan, Asyiah terus-menerus meminta kepada Fir’aun agar tidak membunuhnya. Asyiah juga meminta supaya mengangkatnya sebagai anak mereka. Betapa bahagianya Asyiah ketika akhirnya Fir’aun mengabulkan permintaannya. Bayi itu akhirnya diberi nama Musa.
Kesulitan Asyiah kedua adalah Musa tidak mau disusui oleh dayang-dayang istana. Maka dicarilah wanita di luar istana yang bisa menyusui Musa. Mendengar berita ini, Ibu Musa Yakabad menawarkan diri. Ternyata hanya kepada Yakabad Musa mau menyusu. Sejauh itu tidak ada yang mengetahui bahwa Yakabad adalah ibu kandung Musa dan keturunan bangsa Israil, meskipun Fir’aun sudah menaruh curiga.
Setelah dewasa dan matang, akhirnya Allah mengangkat Musa menjadi Rasul Allah. “Aku telah diangkat menjadi Rasul” kata Musa AS “Lalu aku mendapat perintah dari Allah SWT untuk menyadarkan engkau dan rakyatmu supaya menyembah Allah”
“Musa, tidak ingatkah engkau bahwa kami yang telah membesarkanmu? Begitukah cara engkau membalas kebaikan kami?” Tanya Fir’aun. “Aku hanya diutus untuk menyampaikan kebenaran dari Allah” Kata Musa “Akuilah bahwa engkau bukan Tuhan dan engkau adalah manusia biasa yang tidak patut disembah”
Fir’aun naik pitam, lalu dengan geram ia mengancam, “Akan aku penjarakan engkau Musa jika tidak mau bertuhan kepadaku” Dengan segenap kesabaran Nabi Musa menjawab, “Bila engkau tidak percaya, akan aku tunjukkan mukjizat dari Allah SWT sebagai tanda kerasulanku”
Nabi Musa melempar tongkatnya dan dalam sekejap tongkat itu berubah menjadi ular besar. Melihat fakta itu, Fir’aun hanya memicingkan mata. Dengan sombongnya Fir’aun membantah bahwa perubahan tongkat Nabi Musa bukanlah mukjizat melainkan ilmu sihir. Penuh kemarahan Fir’aun menantang Nabi Musa untuk beradu kepintaran dengan para tukang sihir kerajaan.
Pada hari yang telah ditentukan, beerkumpulah sejumlah tukang sihir pilihan Fir’aun dalam sebuah arena melawan Nabi Musa. Mereka dibekali seutas tali di tangan. Setelah aba-aba siap, para tukang sihir langsung melempar tali masing-masing ke tanah. Setiap utas tali yang dilemparkan menjadi ular kecil yang berlomba menyerang Nabi Musa.
Nabi Musa pun melemparkan tongkatnya dan menjelma menjadi ular besar yang melahap ular-ular kecil buatan tukang sihir Fir’aun. Melihat kenyataan itu rakyat mesir dan tukang sihir Fir’aun mulai bersimpati kepada Nabi Musa. Keimanan mereka lebih tergugah lagi oleh ucapan Nabi Musa “Celakalah orang yang mendustakan agama.” Selanjutnya tidak sulit bagi Nabi Musa untuk mengajak mereka menyembah Allah. Dalam waktu singkat banyak rakyat mesir yang berpaling dari Fir’aun dan ada pula dari kalangan bangsawan.
Fir’aun amat marah, keberhasilan Nabi Musa berarti mengancam kekuasaannya yang dibangun diatas kepalsuan dan kebodohan. Maka Fir’aun mengeluarkan undang-undang. “Siapa saja yang mengikuti ajaran Nabi Musa akan disiksa, bahkan dihukum mati.”
Melihat kejadian ini Nabi Musa sangatlah sedih, namun beliau tetap bersabar sambil terus memberi pengertian bahwa pertolongan Allah pasti akan tiba. Undang-undang Fir’aun sama sekali tidak menggetarkan hati rakyat mesir untuk beriman kepada Nabi Musa. Kenyataan tersebut membuat Fir’aun bertambah murka. Akhirnya ia bersama pengikutnya sepakat membunuh semua laki-laki keturunan Israil, terutama Nabi Musa dan pengikutnya.
Berkumpullah Nabi Musa dan pengikutnya untuk membahas keputusan Fir’aun. Akhirnya diputuskan untuk meninggalkan mesir. Semua keturunan Israil dan pengikut Nabi Musa berhijrah ke Palestina.
Ketika malam tiba berangkatlah rombongan Nabi Musa meninggalkan Mesir secara diam-diam. Namun karena sedemikian panjangnya barisan pengikutnya maka pelarian mereka diketahui oleh anak buah Fir’aun. Tidak lama kemudian pasukan Fir’aun mengadakan pengejaran.
Semula rombongan Nabi Musa tidak khawatir karena pasukan Fir’aun masih tertinggal jauh di belakang, namun akhirnya mereka ketakutan ketika mengetahui pelarian mereka sampai di bibir laut. Bertanyalah mereka kepada Nabi Musa, “Hai utusan Allah, bagaimana tanggung jawab engakau terhadap keselamatan kami? Lihatlah laut yang terbentang dihadapan kita ini. Apakah engkau sengaja membawa kami semua kepada kematian?” “Tenanglah wahai kaumku, bersabarlah. Insya Allah pertolongan Allah akan segera tiba” jawab Nabi Musa.
Pada saat yang genting itu, turunlah wahyu dari Allah “Hai Musa, pukulkanlah tongkatmu ke laut.” Atas kehendak Allah terbentanglah jalan penyebrangan seperti seruas jalan berpagar air beku di kanan kirinya. Rombangan Nabi Musa segera melanjutkan perjalanannya dengan menyebrangi lautan yang terbelah.
Sesampai di seberang, melihat pasukan Fir’aun masih di tengah laut, Nabi Musa kembali mendapat petunjuk untuk memukulkan tongkatnya kembali ke laut. Musa melaksanakannya. Setelah tongkatnya dipukulkan kembali, laut tersebut kembali seperti keadaan semula. Maka tenggelamlah jalan yang tadi dilalui Nabi Musa. Pasukan Fir’aun yang sedang melewati jalan itu tenggelam seketika di tengah laut dan berakhirlah kedzaliman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar